Selasa, 29 Mei 2012

FILSAFAT ILMU

FILSAFAT ILMU OLEH. LALU MUHAMMAD FAUZI A. Pendahuluan Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia Berfikir, dengan Berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas Berfikir, oleh karena itu sangat wajar apabila Berfikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan manusia pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada. Dengan demikian kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia merupakan makna pokok yang terkandung dalam kegiatan Berfikir dan berpengetahuan. Disebabkan kemampuan Berfikirlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh dibanding makhluk lainnya, sehingga dapat terbebas dari kemandegan fungsi kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan Berfikir manusia mampu mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. Jika ilmu diistilahkan sebagai kesadaran tentang realitas, maka realitas yang paling utama ketika manusia itu lahir adalah alam semesta (mikro kosmos dan makro kosmos). Di alam inilah manusia mulai mendengar, melihat dan merasakan obyek-obyek yang dialaminya berupa suara, bentuk dan perasaan. Alam ini merupakan satu titik kesadaran awal untuk mengenal realitas terutama diri sendiri. Setelah manusia mengalami kedewasaan dan sempurna akalnya, maka ia mulai berpikir tentang metarealitas, yakni suatu kekuatan supernatural yang ikut bermain dan sibuk mengurus proses-proses penciptaan dari tiada menjadi ada, dari ada menjadi tiada. Atau dari mati menjadi hidup, kemudian dari hidup menjadi mati. Kehadiran alam fisika sebagai realitas menjadi jembatan untuk melihat sesuatu yang bersifat metafisika yakni Yang Ada di balik fisik dan ciptaan-ciptaan itu. Keragaman alam semesta yang tak terhingga oleh manusia merupakan kenyataan-kenyataan yang tak bisa ditolak begitu saja tanpa argumentasi yang logis, yang berangkat dari kesadaran tentang realitas yang diperoleh dari pendengaran, penglihatan dan hati. Dengan demikian manusia akan menyadari dengan sendirinya tentang kehariran alam semesta sebagai realitas fisika dan kehadiran Tuhan sebagai realitas metafisika. Alam fisika sebagai realitas terbuka, sedangkan alam metafisika sebagai realitas tertutup. Alam semesta yakni mikro kosmos dan makro kosmos hadir sebagai realitas untuk mengukuhkan eksistensi Tuhan sebagai pemilik mutlak yang tak pernah punah, sedangkan alam semesta itu sendiri bisa punah sebagai suatu yang nisbi alias tidak kekal. Alam semesta adalah sumber ilmu yang kedua yang merupakan ciptaan Tuhan karena sebelum adanya alam semesta, Tuhan lebih dahulu ada yang tidak berpermulaan dan tak berakhir. Sedangkan alam memiliki permulaan dan masa akhir. Oleh karena itu ilmu dari Tuhan yang bersifat langsung bersifat absolut, sedangkan ilmu lewat alam semesta bersifat relatif. Kalau berfikir (penggunaan kekuatan akal) merupakan salah satu ciri penting yang membedakan manusia dengan hewan, sekarang apa yang dimaksud berfikir, apakah setiap penggunaan akal dapat dikategorikan berfikir, ataukah penggunaan akal dengan cara tertentu saja yang disebut berfikir. Para akhli telah mencoba mendefinisikan makna berfikir dengan rumusannya sendiri-sendiri, namun yang jelas tanpa akal nampaknya kegiatan berfikir tidak mungkin dapat dilakukan, demikian juga pemilikan akal secara fisikal tidak serta merta mengindikasikan kegiata berfikir. Menurut J.M. Bochenski berfikir adalah perkembangan ide dan konsep, definisi ini nampak sangat sederhana namun substansinya cukup mendalam, berfikir bukanlah kegiatan fisik namun merupakan kegiatan mental, bila seseorang secara mental sedang mengikatkan diri dengan sesuatu dan sesuatu itu terus berjalan dalam ingatannya, maka orang tersebut bisa dikatakan sedang berfikir. Jika demikian berarti bahwa berfikir merupakan upaya untuk mencapai pengetahuan. Upaya mengikatkan diri dengan sesuatu merupakan upaya untuk menjadikan sesuatu itu ada dalam diri (gambaran mental) seseorang, dan jika itu terjadi tahulah dia, ini berarti bahwa dengan berfikir manusia akan mampu memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuan itu manusia menjadi lebih mampu untuk melanjutkan tugas kekhalifahannya di muka bumi serta mampu memposisikan diri lebih tinggi dibanding makhluk lainnya. B. Pembahasan 1. Makna Pengetahuan Berfikir mensyaratkan adanya pengetahuan (Knowledge) atau sesuatu yang diketahui agar pencapaian pengetahuan baru lainnya dapat berproses dengan benar, sekarang apa yang dimaksud dengan pengetahuan ?, menurut Langeveld pengetahuan ialah kesatuan subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui, di tempat lain dia mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan kesatuan subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui, suatu kesatuan dalam mana objek itu dipandang oleh subjek sebagai dikenalinya. Dengan demikian pengetahuan selalu berkaitan dengan objek yang diketahui, sedangkan Feibleman menyebutnya hubungan subjek dan objek (Knowledge : relation between object and subject). Subjek adalah individu yang punya kemampuan mengetahui (berakal) dan objek adalah benda-benda atau hal-hal yang ingin diketahui. Individu (manusia) merupakan suatu realitas dan benda-benda merupakan realitas yang lain, hubungan keduanya merupakan proses untuk mengetahui dan bila bersatu jadilah pengetahuan bagi manusia. Di sini terlihat bahwa subjek mesti berpartisipasi aktif dalam proses penyatuan sedang objek pun harus berpartisipasi dalam keadaannya, subjek merupakan suatu realitas demikian juga objek, ke dua realitas ini berproses dalam suatu interaksi partisipatif, tanpa semua ini mustahil pengetahuan terjadi, hal ini sejalan dengan pendapat Max Scheler yang menyatakan bahwa pengetahuan sebagai partisipasi oleh suatu realita dalam suatu realita yang lain, tetapi tanpa modifikasi-modifikasi dalam kualitas yang lain itu. Sebaliknya subjek yang mengetahui itu dipengaruhi oleh objek yang diketahuinya. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang objek tertentu, termasuk ke dalamnya ilmu (Jujun S Suriasumantri,), Pengetahuan tentang objek selalu melibatkan dua unsur yakni unsur representasi tetap dan tak terlukiskan serta unsur penapsiran konsep yang menunjukan respon pemikiran. Unsur konsep disebut unsur formal sedang unsur tetap adalah unsur material atau isi (Maurice Mandelbaum). Interaksi antara objek dengan subjek yang menafsirkan, menjadikan pemahaman subjek (manusia) atas objek menjadi jelas, terarah dan sistimatis sehingga dapat membantu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Pengetahuan tumbuh sejalan dengan bertambahnya pengalaman, untuk itu diperlukan informasi yang bermakna guna menggali pemikiran untuk menghadapi realitas dunia dimana seorang itu hidup (Harold H Titus). 2. Berfikir dan Pengetahuan Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal. Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan manusia semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam : • Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial) • Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu) • Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat) Semua jenis berfikir dan pengetahuan tersebut di atas mempunyai poisisi dan manfaatnya masing-masing, perbedaan hanyalah bersifat gradual, sebab semuanya tetap merupakan sifat yang inheren dengan manusia. Sifat inheren berfikir dan berpengetahuan pada manusia telah menjadi pendorong bagi upaya-upaya untuk lebih memahami kaidah-kaidah berfikir benar (logika), dan semua ini makin memerlukan keakhlian, sehingga makin rumit tingkatan berfikir dan pengetahuan makin sedikit yang mempunyai kemampuan tersebut, namun serendah apapun gradasi berpikir dan berpengetahuan yang dimiliki seseorang tetap saja mereka bisa menggunakan akalnya untuk berfikir untuk memperoleh pengetahuan, terutama dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan, sehingga manusia dapat mempertahankan hidupnya (pengetahuan macam ini disebut pengetahuan eksistensial Berpengetahuan merupakan syarat mutlak bagi manusia untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk itu dalam diri manusia telah terdapat akal yang dapat dipergunakan berfikir untuk lebih mendalami dan memperluas pengetahuan. Paling tidak terdapat dua alasan mengapa manusia memerlukan pengetahuan/ilmu yaitu : a. manusia tidak bisa hidup dalam alam yang belum terolah, sementara binatang siap hidup di alam asli dengan berbagai kemampuan bawaannya. b. manusia merupakan makhluk yang selalu bertanya baik implisit maupun eksplisit dan kemampuan berfikir serta pengetahuan merupakan sarana untuk menjawabnya. Dengan demikian berfikir dan pengetahuan bagi manusia merupakan instrumen penting untuk mengatasi berbagai persoalah yang dihadapi dalam hidupnya di dunia, tanpa itu mungkin yang akan terlihat hanya kemusnahan manusia (meski kenyataan menunjukan bahwa dengan berfikir dan pengetahuan manusia lebih mampu membuat kerusakan dan memusnahkan diri sendiri lebih cepat) 3. Sudut Pandang Terhadap Filsafat Terdapat tiga sudut pandang dalam melihat Filsafat, sudut pandang ini menggambarkan variasi pemahaman dalam menggunakan kata Filsafat, sehingga dalam penggunaannya mempunyai konotasi yang berbeda. Adapun sudut pandang tersebut adalah : a. Filsafat sebagai metode berfikir (Philosophy as a method of thought) b. Filsafat sebagai pandangan hidup (Philosophy as a way of life) c. Filsafat sebagai Ilmu (Philosophy as a science) Filsafat sebagai metode berfikir berarti filsafat dipandang sebagai suatu cara manusia dalam memikirkan tentang segala sesuatu secara radikal dan menyeluruh, Filsafat sebagai pandangan hidup mengacu pada suatu keyakinan yang menjadi dasar dalam kehidupan baik intelektual, emosional, maupun praktikal, sedangkan filsafat sebagai Ilmu artinya melihat filsafat sebagai suatu disiplin ilmu yang mempunyai karakteristik yang khas sesuai dengan sifat suatu ilmu. Adapun Bidang-bidang kajian/sistimatika filsafat antara lain adalah: a. Ontologi. Bidang filsafat yang meneliti hakikat wujud/ada (on = being/ada; logos = pemikiran/ ilmu/teori). b. Epistemologi. Filsafat yang menyelidiki tentang sumber, syarat serta proses terjadinya pengetahuan (episteme = pengetahuan/knowledge; logos = ilmu/teori/pemikiran) c. Axiologi. Bidang filsafat yang menelaah tentang hakikat nilai-nilai (axios = value; logos = teori/ilmu/pemikiran) Sementara itu menurut Gahral Adian, Pendekatan filsafat melalui sistimatika dapat dilakukan dengan mengacu pada tiga pernyataan yang dikemukakan oleh Immanuel Kant yaitu : a. Apa yang dapat saya ketahui ? b. Apa yang dapat saya harapkan ? c. Apa yang dapat saya lakukan ? Ketiga pertanyaan tersebut menghasilkan tiga wilayah besar filsafat yaitu wilayah pengetahuan, wilayah ada, dan wilayah nilai. Ketiga wilayah besar tersebut kemudian dibagi lagi kedalam wilayah-wilayah bagian yang lebih spesifik. Wilayah nilai mencakup nilai etika (kebaikan) dan nilai estetika (keindahan), wilayah Ada dikelompokan ke dalam Ontologi dan Metafisika, dan wilayah pengetahuan dibagi ke dalam empat wilayah yaitu filsafat Ilmu, Epistemologi, Metodologi, dan Logika. Pembagian periodisasi yang nampaknya lebih rinci, dikemukakan oleh Susane K. Langer (Donny Gahral Adian, 2002) yang membagi sejarah filsafat ke dalam enam tahapan yaitu : a. Yunani Kuno (+ 600 SM) b. Filsuf-filsuf Manusia Yunani c. Abad Pertengahan (300 SM –1300M) d. Filsafat Modern (17-19 M) e. Positivisme (Abad 20 M) f. Alam Simbolis Kemudian Gahral Adian menambahkan kepada enam tahapan tersebut dengan satu tahapan lagi yaitu Post Modernisme. Meskipun terdapat perbedaan dalam periodisasi sejarah filsafat, namun semua itu nampaknya lebih menunjukan perincian dengan menggunakan sifat pemikiran serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Masa Yunani Kuno. Pada tahap awal kelahirannya filsafat menampakkan diri sebagi suatu bentuk mitologi, serta dongeng-dongeng yang dipercayai oleh Bangsa Yunani, baru sesudah Thales (624-548 S.M) mengemukakan pertanyaan aneh pada waktu itu, filsafat berubah menjadi suatu bentuk pemikiran rasional (logos). Pertanyaan Thales yang menggambarkan rasa keingintahuan bukanlah pertanyaan biasa seperti apa rasa kopi ?, atau pada tahun keberapa tanaman kopi berbuah ?, pertanyaan Thales yang merupakan pertanyaan filsafat, karena mempunyai bobot yang dalam sesuatu yang ultimate (bermakna dalam) yang mempertanyakan tentang Apa sebenarnya bahan alam semesta ini (What is the nature of the world stuff ?), atas pertanyaan ini indra tidak bisa menjawabnya, sains juga terdiam, namun Filsuf berusaha menjawabnya. Thales menjawab Air (Water is the basic principle of the universe), dalam pandangan Thales air merupakan prinsip dasar alam semesta, karena air dapat berubah menjadi berbagai wujud Kemudian silih berganti Filsuf memberikan jawaban terhadap bahan dasar (Arche) dari semesta raya ini dengan argumentasinya masing-masing. Anaximandros (610-540 S.M) mengatakan Arche is to Apeiron, Apeiron adalah sesuatu yang paling awal dan abadi, Pythagoras (580-500 S.M) menyatakan bahwa hakekat alam semesta adalah bilangan, Demokritos (460-370 S.M) berpendapat hakekat alam semesta adalah Atom, Anaximenes (585-528 S.M) menyatakan udara, dan Herakleitos (544-484 S.M) menjawab asal hakekat alam semesta adalah api, dia berpendapat bahwa di dunia ini tak ada yang tetap, semuanya mengalir . Variasi jawaban yang dikemukakan para filsuf menandai dinamika pemikiran yang mencoba mendobrak dominasi mitologi, mereka mulai secara intens memikirkan tentang Alam/Dunia, sehingga sering dijuluki sebagai Philosopher atau akhli tentang Filsafat Alam (Natural Philosopher), yang dalam perkembangan selanjutnya melahirkan Ilmu-ilmu kealaman. Pada perkembangan selanjutnya, disamping pemikiran tentang Alam, para akhli fikir Yunani pun banyak yang berupaya memikirkan tentang hidup kita (manusia) di Dunia. Dari titik tolak ini lahir lah Filsafat moral (atau filsafat sosial) yang pada tahapan berikutnya mendorong lahirnya Ilmu-ilmu sosial. Diantara filsuf terkenal yang banyak mencurahkan perhatiannya pada kehidupan manusia adalah Socrates (470-399 S.M), dia sangat menentang ajaran kaum Sofis Objektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang. Dia mengajukan pertanyaan pada siapa saja yang ditemui dijalan untuk membukakan batin warga Athena kepada kebenaran (yang benar) dan kebaikan (yang baik). Dari prilakunya ini pemerintah Athena menganggap Socrates sebagai penghasut, dan akhirnya dia dihukum mati dengan jalan meminum racun. Sesudah Socrates mennggal, filsafat Yunani terus berkembang dengan Tokohnya Plato (427-347 S.M), salah seorang murid Socrates. Diantara pemikiran Plato yang penting adalah berkaitan dengan pembagian relaitas ke dalam dua bagian yaitu realitas/dunia yang hanya terbuka bagi rasio, dan dunia yang terbuka bagi pancaindra, dunia pertama terdiri dari idea-idea, dan dunia ke dua adalah dunia jasmani (pancaindra), dunia ide sifatnya sempurna dan tetap, sedangkan dunia jasmani selalu berubah. Dengan pendapatnya tersebut, menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan pendapatnya Herakleitos dengan pendapatnya Permenides, menurut Herakleitos segala sesuatu selalu berubah, ini benar kata Plato, tapi hanya bagi dunia Jasmani (Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga benar kata Plato, tapi hanya berlaku pada dunia idea saja. Dalam sejarah Filsafat Yunani, terdapat seorang filsuf yang sangat legendaris yaitu Aristoteles (384-322 S.M), seorang yang pernah belajar di Akademia Plato di Athena. Setelah Plato meninggal Aristoteles menjadi guru pribadinya Alexander Agung selama dua tahun, sesudah itu dia kembali lagi ke Athena dan mendirikan Lykeion, dia sangat mengagumi pemikiran-pemikiran Plato meskipun dalam filsafat, Aristoteles mengambil jalan yang berbeda (Aristoteles pernah mengatakan-ada juga yang berpendapat bahwa ini bukan ucapan Aristoteles- Amicus Plato, magis amica veritas – Plato memang sahabatku, tapi kebenaran lebih akrab bagiku – ungkapan ini terkadang diterjemahkan bebas menjadi “Saya mencintai Plato, tapi saya lebih mencintai kebenaran”) Aristoteles mengkritik tajam pendapat Plato tentang idea-idea, menurut Dia yang umum dan tetap bukanlah dalam dunia idea akan tetapi dalam benda-benda jasmani itu sendiri, untuk itu Aristoteles mengemukakan teori Hilemorfisme (Hyle = Materi, Morphe = bentuk), menurut teori ini, setiap benda jasmani memiliki dua hal yaitu bentuk dan materi, sebagai contoh, sebuah patung pasti memiliki dua hal yaitu materi atau bahan baku patung misalnya kayu atau batu, dan bentuk misalnya bentuk kuda atau bentuk manusia, keduanya tidak mungkin lepas satu sama lain, contoh tersebut hanyalah untuk memudahkan pemahaman, sebab dalam pandangan Aristoteles materi dan bentuk itu merupakan prinsip-prinsip metafisika untuk memperkukuh dimingkinkannya Ilmu pengetahuan atas dasar bentuk dalam setiap benda konkrit. Teori hilemorfisme juga menjadi dasar bagi pandangannya tentang manusia, manusia terdiri dari materi dan bentuk, bentuk adalah jiwa, dan karena bentuk tidak pernah lepas dari materi, maka konsekwensinya adalah bahwa apabila manusia mati, jiwanya (bentuk) juga akan hancur. Disamping pendapat tersebut Aristoteles juga dikenal sebagai Bapak Logika yaitu suatu cara berpikir yang teratur menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab akibat. Dia adalah yang pertama kali membentangkan cara berpikir teratur dalam suatu sistem, yang intisarinya adalah Sylogisme (masalah ini akan diuraikan khusus dalam topik Logika) yaitu menarik kesimpulan dari kenyataan umum atas hal yang khusus (Mohammad Hatta, 1964). Abad Pertengahan. Semenjak meninggalnya Aristoteles, filsafat terus berkembang dan mendapat kedudukan yang tetap penting dalam kehidupan pemikiran manusia meskipun dengan corak dan titik tekan yang berbeda. Periode sejak meninggalnya Aristoteles (atau sesudah meninggalnya Alexander Agung (323 S.M) sampai menjelang lahirnya Agama Kristen oleh Droysen (Ahmad Tafsir. 1992) disebut periode Hellenistik (Hellenisme adalah istilah yang menunjukan kebudayaan gabungan antara budaya Yunani dan Asia Kecil, Siria, Mesopotamia, dan Mesir Kuno). Dalam masa ini Filsafat ditandai antara lain dengan perhatian pada hal yang lebih aplikatif, serta kurang memperhatikan Metafisika, dengan semangat yang Eklektik (mensintesiskan pendapat yang berlawanan) dan bercorak Mistik. Filsafat abad pertengahan sering juga disebut filsafat scholastik, yakni filsafat yang mempunyai corak semata-mata bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi. Pada masa ini memang terdapat upaya-upaya para filsuf untuk memadukan antara pemikiran Rasional (terutama pemikiran-pemikiran Aristoteles) dengan Wahyu Tuhan sehingga dapat dipandang sebagai upaya sintesa antara kepercayaan dan akal. Keadaan ini pun terjadi dikalangan umat Islam yang mencoba melihat ajaran Islam dengan sudut pandang Filsafat (rasional), hal ini dimungkinkan mengingat begitu kuatnya pengaruh pemikiran-pemikiran ahli filsafat Yunani/hellenisme dalam dunia pemikiran saat itu, sehingga keyakinan Agama perlu dicarikan landasan filosofisnya agar menjadi suatu keyakinan yang rasional. Pemikiran-pemikiran yang mencoba melihat Agama dari perspektif filosofis terjadi baik di dunia Islam maupun Kristen, sehingga para ahli mengelompokan filsafat skolastik ke dalam filsafat skolastik Islam dan filsafat skolastik Kristen. Di dunia Islam (Umat Islam) lahir filsuf-filsuf terkenal seperti Al Kindi (801-865 M), Al Farabi (870-950 M), Ibnu Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111 M), dan Ibnu Rusyd (1126-1198), sementara itu di dunia Kristen lahir Filsuf-filsuf antara lain seperti Peter Abelardus (1079-1180), Albertus Magnus (1203-1280 M), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Mereka ini disamping sebagai Filsuf juga orang-orang yang mendalami ajaran agamanya masing-masing, sehingga corak pemikirannya mengacu pada upaya mempertahankan keyakinan agama dengan jalan filosofis, meskipun dalam banyak hal terkadang ajaran Agama dijadikan Hakim untuk memfonis benar tidaknya suatu hasil pemikiran Filsafat (Pemikiran Rasional). Masa Modern. Pada masa ini pemikiran filosofis seperti dilahirkan kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat. Kebangkitan kembali rasio mewarnai zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah Descartes, dia berjasa dalam merehabilitasi, mengotonomisasi kembali rasio yang sebelumnya hanya menjadi budak keimanan. Diantara pemikiran Desacartes (1596-1650) yang penting adalah diktum kesangsian, dengan mengatakan Cogito ergo sum, yang biasa diartikan saya berfikir, maka saya ada. Dengan ungkapan ini posisi rasio/fikiran sebagai sumber pengetahuan menjadi semakin kuat, ajarannya punya pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan, segala sesuatu bisa disangsikan tapi subjek yang berfikir menguatkan kepada kepastian. Dalam perkembangnnya argumen Descartes (rasionalisme) mendapat tantangan keras dari para filosof penganut Empirisme seperti David Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704). Mereka berpendapat bahwa pengetahuan hanya didapatkan dari pengalaman lewat pengamatan empiris. Pertentangan tersebut terus berlanjut sampai muncul Immanuel Kant (1724-1804) yang berhasil membuat sintesis antara rasionalisme dengan empirisme, Kant juga dianggap sebagai tokoh sentral dalam zaman modern dengan pernyataannya yang terkenal sapere aude(berani berfikir sendiri), pernyataan ini jelas makin mendorong upaya-upaya berfikir manusia tanpa perlu takut terhadap kekangan dari Gereja. Pandangan empirisme semakin kuat pengaruhnya dalam cabang ilmu pengetahuan setelah munculnya pandangan August Comte (1798-1857) tentang Positivisme. Salah satu buah pikirannya yang sangat penting dan berpengaruh adalah tentang tiga tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan alam semesta yaitu : tingkatan Teologi, tingkatan Metafisik, dan tingkatan Positif Tingkatan Teologi (Etat Theologique). Pada tingkatan ini manusia belum bisa memahami hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat. Segala kejadian dialam semesta merupakan akibat dari suatu perbuatan Tuhan dan manusia hanya bersifat pasrah, dan yang dapat dilakukan adalah memohon pada Tuhan agar dijauhkan dari berbagai bencana. Tahapan ini terdiri dari tiga tahapan lagi yang berevolusi yakni dari tahap animisme, tahap politeisme, sampai dengan tahap monoteisme. Tingkatan Metafisik (Etat Metaphisique). Pada dasarnya tingkatan ini merupakan suatu variasi dari cara berfikir teologis, dimana Tuhan atau Dewa-dewa diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak misalnya dengan istilah kekuatan alam. Dalam tahapan ini manusia mulai menemukan keberanian dan merasa bahwa kekuatan yang menimbulkan bencana dapat dicegah dengan memberikan berbagai sajian-sajian sebagai penolak bala/bencana. Tingkatan Positif (Etat Positive). Pada tahapan ini manusia sudah menemukan pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam. Jika pada tahapan pertama manusia selalu dihinggapi rasa khawatir berhadapan dengan alam semesta, pada tahap kedua manusia mencoba mempengaruhi kekuatan yang mengatur alam semesta, maka pada tahapan positif manusia lebih percaya diri, dengan ditemukannya hukum-hukum alam, dengan bekal itu manusia mampu menundukan/mengatur (pernyataan ini mengindikasikan adanya pemisahan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui) alam serta memanfaatkannya untuk kepentingan manusia, tahapan ini merupakan tahapan dimana manusia dalam hidupnya lebih mengandalkan pada ilmu pengetahuan. Dengan memperhatikan tahapan-tahapan seperti dikemukakan di atas nampak bahwa istilah positivisme mengacu pada tahapan ketiga (tahapan positif/pengetahuan positif) dari pemikiran Comte. Tahapan positif merupakan tahapan tertinggi, ini berarti dua tahapan sebelumnya merupakan tahapan yang rendah dan primitif, oleh karena itu filsafat Positivisme merupakan filsafat yang anti metafisik, hanya fakta-fakta saja yang dapat diterima. Segala sesuatu yang bukan fakta atau gejala (fenomin) tidak mempunyai arti, oleh karena itu yang penting dan punya arti hanya satu yaitu mengetahui (fakta/gejala) agar siap bertindak (savoir pour prevoir). Manusia harus menyelidiki dan mengkaji berbagai gejala yang terjadi beserta hubungan-hubungannya diantara gejala-gejala tersebut agar dapat meramalkan apa yang akan terjadi, Comte menyebut hubungan-hubungan tersebut dengan konsep-konsep dan hukum-hukum yang bersifat positif dalam arti berguna untuk diketahui karena benar-benar nyata bukan bersifat spekulasi seperti dalam metafisika. Pengaruh positivisme yang sangat besar dalam zaman modern sampai sekarang ini, telah mengundang para pemikir untuk mempertanyakannya, kelahiran post modernisme yang narasi awalnya dikemukakan oleh Daniel Bell dalam bukunya The cultural contradiction of capitalism, yang salah satu pokok fikirannya adalah bahwa etika kapitalisme yang menekankan kerja keras, individualitas, dan prestasi telah berubah menjadi hedonis konsumeristis. Postmodernisme pada dasarnya merupakan pandangan yang tidak/kurang mempercayai narasi-narasi universal serta kesamaan dalam segala hal, faham ini lebih memberikan tempat pada narasi-narasi kecil dan lokal yang berarti lebih menekankan pada keberagaman dalam memaknai kehidupan. C. Penutup Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science(berasal dari bahasa lati dari kata Scio, Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian : • Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia) • Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of fact (An English reader’s dictionary) • Science is a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment” (Webster’s super New School and Office Dictionary) • Science is the complete and consistent description of facts and experience in the simplest possible term”(Karl Pearson) • Science is a sistematized knowledge derives from observation, study, and experimentation carried on in order to determinethe nature or principles of what being studied” (Ashley Montagu) • Science is the system of man’s knowledge on nature, society and thought. It reflect the world in concepts, categories and laws, the correctness and truth of which are verified by practical experience(V. Avanasyev) Secara umum dari pengertian ilmu dapat diketahui apa sebenarnya yang menjadi ciri dari ilmu, meskipun untuk tiap definisi memberikan titik berat yang berlainan. Menurut The Liang Gie secara lebih khusus menyebutkan ciri-ciri ilmu sebagai berikut : 1. Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan) 2. Sistematis (tersusun secara logis serta mempunyai hubungan saling bergantung dan teratur) 3. Objektif (terbebas dari persangkaan dan kesukaan pribadi) 4. Analitis (menguraikan persoalan menjadi bagian-bagian yang terinci) 5. Verifikatif (dapat diperiksa kebenarannya) Lahirnya dan berkembangnya Ilmu Pengetahuan telah banyak membawa perubahan dalam kehidupan manusia, terlebih lagi dengan makin intensnya penerapan Ilmu dalam bentuk Teknologi yang telah menjadikan manusia lebih mampu memahami berbagai gejala serta mengatur Kehidupan secara lebih efektif dan efisien. Hal itu berarti bahwa ilmu mempunyai dampak yang besar bagi kehidupan manusia, dan ini tidak terlepas dari fungsi dan tujuan ilmu itu sendiri Dengan memperhatikan penjelasan di atas nampaknya ilmu mempunyai fungsi yang amat penting bagi kehidupan manusia, Ilmu dapat membantu untuk memahami, menjelaskan, mengatur dan memprediksi berbagai kejadian baik yang bersifat kealaman maupun sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia. Setiap masalah yang dihadapi manusia selalu diupayakan untuk dipecahkan agar dapat dipahami, dan setelah itu manusia menjadi mampu untuk mengaturnya serta dapat memprediksi (sampai batas tertentu) kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan pemahaman yang dimilikinya, dan dengan kemampuan prediksi tersebut maka perkiraan masa depan dapat didesain dengan baik meskipun hal itu bersifat probabilistik, mengingat dalam kenyataannya sering terjadi hal-hal yang bersifat unpredictable. Pada tahap awal kelahirannya, filsafat menampakkan diri sebagi suatu bentuk mitologi, serta dongeng-dongeng dan tahayul yang dipercayai oleh Bangsa Yunani, Dongeng dan tahayul yang dipusakakan dari nenk moyang mereka, itu menimbulkan adat dan kebiasaan hidup yang menjadi cermin jiwa bangsa Yunani pada saat itu. Pengetahuan yang turun temurun ini semakin lama semakin bertambah diakibatkan oleh banyaknya angkatan baru yang semua itu masuk kepada peradaban bangsa Yunani kuno yang disebut dengan kultur. Sebab itu kata atau nasihat orang tua sangat diindahkan. Dengan perputarn waktu orang-orang Yunani pun mulai berfikir tentang apa yang dilihat apa yang berda disekitarnya misalnya saja oleh Thales (625-545 S.M) mulai berfikir tentang apa asal alam ini?. Dilihat dari latarbelakang nya bahwa Thales adalah seorang saudagar yang seringberlayar ke negeri Mesir, dalam pelayaran ia melihat air kadang menghanyutkan pohon, biji-bijian dan lain sebagainya kemudian ia hempaskan ke daratan yang lain kemudian tumbuh menjadi kehidupan baru, di Mesair ia melihat masyarkat mesir hidup dari aliran sungai Nil yang meberikan kehidupan bagi rakyat mesir begitu seterusnya sehingga ia berkesimpulan bahwa pangkal, pokok, dasar segalanya adalah Air. Fikiran-fikiran Thales kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya yaitu Anaximandros dan Anaximenes meskipun terdapat perbedaan anggapan tentang asal yang ada tetapi pada kenyataannya behwa pendapat mereka adalah asal mula dari semua itu adalah satu, yang pada akhirnya mereka disebut sebagai Filosof Alam. Filsafat abad pertengahan sering juga disebut filsafat scholastik, yakni filsafat yang mempunyai corak semata-mata bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi. Pada masa ini memang terdapat upaya-upaya para filsuf untuk memadukan antara pemikiran Rasional (terutama pemikiran-pemikiran Aristoteles) yang mengatakan bahwa pengalaman adalah awal dari ilmu pengetahuan dengan Wahyu Tuhan sehingga dapat dipandang sebagai upaya sintesa antara kepercayaan dan akal. Yang kemudian timbul beberapa pemikiran tentang apa yang dilihat (realisme) dan apa yang ia fikirkan (idealisme). Dengan bentuk pemikiran seperti itu Aristoteles dapat memecah masalah yang pokok dala filosofi Teorika Greik yaitu memikirkan adanya begitu rupa sehingga dari adanya dapat diperoses menjadi dan terjadi dan sebab yang menggerakkan itu adalah Tuhan (Tohen). Tulisan Plato hampir rata-rata berbentuk dialog , semuanya ditulisnya lebih dari setengah abad tetapi bagaiman urutan terbitnya sungguh pun berdasar atas idea, cita-cita yang tinggi, idea kebaikan pokok pendirian pada dialog itu tidak serupa semuanya. Melihat hasi;l pemikiran Plato yang berupa idea maka Plato dikatakan seorang absolutisme. Seperti juga Sokrates, etika plato bersifat intelektual dan rasional. Dasar ajarannya ialah mencapai budi baik. Budi baik ialah tahu. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Oleh karena itu sempurnakanlah pengetahuan dengan pengertian. Aristoteles sependapat dengan gurunya Plato bahwa tujuan yang terakhir daripada filosofi ialah penetahuan tentang adanya dan yang umum. Juga dia mempunyai keyakinan bahwa kebenaran yang sebenarnya haya dapat dicapai dengan jalan pengetian. Ristoteles merasa bangga denagan pendapatnya itu. Dan filosof besar Imanuel Kant mengatakan 21 abad kemudian, bahwa sejak Aristoteles logika tidak maju selangkah pun dan tidak pula dapat mundur. Sebabnya ialah karena logika adalah hukum berfikir secara teratur sutu ilmu yang murni apriori, yang bangunnya tidak bergantung kepada pengalaman dari generasi ke generasi seperti ilmu lainnya. Aristoleles membedakan pengetahuan ilmiah dan pengetahuan tentang kebenaran daripada pengalaman biasa, yaitu pengetahuan yang diperolah dari pengalaman. Dari pengalaman diperoleh bukti-bukti. Semenjak meninggalnya Aristoteles, filsafat terus berkembang dan mendapat kedudukan yang tetap penting dalam kehidupan pemikiran manusia meskipun dengan corak dan titik tekan yang berbeda. Filsafat abad pertengahan sering juga disebut filsafat scholastik, yakni filsafat yang mempunyai corak semata-mata bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi. Pada masa ini memang terdapat upaya-upaya para filsuf untuk memadukan antara pemikiran Rasional (terutama pemikiran-pemikiran Aristoteles) dengan Wahyu Tuhan sehingga dapat dipandang sebagai upaya sintesa antara kepercayaan dan akal. Keadaan ini pun terjadi dikalangan umat Islam yang mencoba melihat ajaran Islam dengan sudut pandang Filsafat (rasional), hal ini dimungkinkan mengingat begitu kuatnya pengaruh pemikiran-pemikiran ahli filsafat Yunani/hellenisme dalam dunia pemikiran saat itu, sehingga keyakinan Agama perlu dicarikan landasan filosofisnya agar menjadi suatu keyakinan yang rasional. Pada masa ini pemikiran filosofis seperti dilahirkan kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat. Kebangkitan kembali rasio mewarnai zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah Descartes, dia berjasa dalam merehabilitasi, mengotonomisasi kembali rasio yang sebelumnya hanya menjadi budak keimanan. Diantara pemikiran Desacartes (1596-1650) yang penting adalah diktum kesangsian, dengan mengatakan Cogito ergo sum, yang biasa diartikan saya berfikir, maka saya ada. Dengan ungkapan ini posisi rasio/fikiran sebagai sumber pengetahuan menjadi semakin kuat, ajarannya punya pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan, segala sesuatu bisa disangsikan tapi subjek yang berfikir menguatkan kepada kepastian. Dalam perkembangnnya argumen Descartes (rasionalisme) mendapat tantangan keras dari para filosof penganut Empirisme seperti David Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704). Mereka berpendapat bahwa pengetahuan hanya didapatkan dari pengalaman lewat pengamatan empiris. Pertentangan tersebut terus berlanjut sampai muncul Immanuel Kant (1724-1804) yang berhasil membuat sintesis antara rasionalisme dengan empirisme, Kant juga dianggap sebagai tokoh sentral dalam zaman modern dengan pernyataannya yang terkenal sapere aude(berani berfikir sendiri), pernyataan ini jelas makin mendorong upaya-upaya berfikir manusia tanpa perlu takut terhadap kekangan dari Gereja. Pandangan empirisme semakin kuat pengaruhnya dalam cabang ilmu pengetahuan setelah munculnya pandangan August Comte (1798-1857) tentang Positivisme. Salah satu buah pikirannya yang sangat penting dan berpengaruh adalah tentang tiga tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan alam semesta yaitu : tingkatan Teologi, tingkatan Metafisik, dan tingkatan Positif DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi. 1982. Filsafat Islam. Semarang. Toha Putra. Achmad Charris Zubair. 2002. Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia. Yogyakarta. LESFI. Ahmad Fuad Al Ahwani, 1985. Filsafat Islam. Jakarta. Pustaka Firdaus. Ahmad Syadali & Mudzakir, 1997. Filsafat Umum, Bandung. Pustaka Setia Beerling, et.al. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta. Tiara Wacana. H. Noeng Muhadjir. 2001. Filsafat ilmu. Yogyakarta. Rakesarasin Mohammaad Hatta. 1986. Alam Fikiran Yunani. Jakarta. Tintamas.
Berikutnya

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PSIKOLOGY PENDIDIKAN oleh. LALU MUHAMMAD FAUZI A. Pendahuluan Psikologi berasal dari kata “Psyche” yang artinya jiwa dan “Logos” yang berarti ilmu. Secara harafiah, Psikologi dapat diartikan sebagai Ilmu Jiwa. Namun penjelasan bahwa psikologi sebagai Ilmu Jiwa saja masih belum bias memberikan keterangan yang cukup. Psikologi berdiri sebagai sebuah ilmu pengetahuan pada tahun 1879, namun pengenalan akan psikologi (gejala-gejala kejiwaan) sudah dipelajari oleh filsafat dan faal. Filsuf-filsuf pada jaman Yunani kuno seperti Socrates, Plato dan Aristoteles, juga sudah memberikan beberapa hasil pemikirannya di bidang psikologi. Psikologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang baru tumbuh dengan pesat dan memiliki banyak perkembangan dalam hal materi/subjek danmetodemetode penelitan. Beberapa studi yang sudah dilakukan semenjak Psikologi berdiri sebagai ilmu pengetahuan. Psikologi sebagai studi mengenai pengalaman yang disadari Studi ini dilakukan pada tahun 1879 oleh Wilhelm Wundt, seorang yang mendirikan laboratorium psikologi pertama di Leipzig, Jerman. Wundt membatasi studi ini pada pengalaman-pengalaman sadar yang dialami oleh manusia. Wundt mempercayai bahwa semua pengalaman-pengalaman sadar manusia merupakan kombinasi yang kompleks dari sensasi-sensasi yang dirasakan oleh manusia. Oleh karena itu Wundt berusaha untuk menemukan sensasi dasar dengan menggunakan metode instropeksi. Wundt dapat dikatakan sebagai psikolog pertama yang berusaha untuk memisahkan psikologi dari filsafat dan faal yang juga memiliki ketertarikan dalam psikologi. Pendekatan yang dilakukan oleh Wundt terfokus pada bagaimana manusia mengenali sensasi yang dialami. Hal ini juga yang akhirnya berhasil menjadikan psikologi sebagai suatu disiplin ilmu yang mandiri. Psikologi sebagai studi mengenai proses-proses ketidaksadaran Bagi Sigmund Freud kesadaran hanyalah seperti sepotong gunung es kecil yang berada di atas permukaan air, sedangkan ketidaksadaran merupakan gunung es yang berada di bawah permukaan air. Tidak terlihat tetapi sangat besar. Di bawah permukaan terletak kebutuhan-kebutuhan biologis yang memerlukan penyaluran namun berbenturan dengan nilai-nilai sosial dan moral. Menurut Freud, konflik-konflik ini tanpa disadari memberikan pengaruh yang sangat kuat pada pemikiran dan tindakan manusia. Konflik ini juga bertanggungjawab pada sebagian besar perilaku manusa, termasuk juga pada gejala-gejala fisik yang mengganggu. Untuk menggali pengalaman-pengalaman tak sadar, Sigmund Freud menggunakan metode asosiasi bebas. Dalam metode ini, klien dikondisikan dalam keadaan yang benar-benar relaks dan diberi stimulus tertentu kemudian klien dimintan untuk menceritakan benda apa yang dilihatnya tersebut sesuai dengan imajinasi bebasnya. Tidak jarang Sigmund Freud juga menggunakan metode hypnosis untuk menggali pengalaman-pengalaman tak sadar klien. Psikologi sebagai studi mengenai perbedaan individu Setiap manusia berbeda dan memiki keunikan tersendiri. Hal ini yang dipercaya dan diteliti oleh Sir Francis Galton, seorang ahli yang tertarik pada perbedaan individu ditinjau dari sudut pandang biologis. Menurut Sir Francis Galton, sifat genetik manusia menyebabkan terjadi perbedaan pada karakter, kemampuan, dan perilaku pada tiap individu. Data-data penelitian tersebut dikumpulkan berdasar pada studi biografi yang dilakukan oleh Galton. Metode yang digunakan adalah dengan membuat prosedur test yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan dan karakteristik manusia. Walaupun tes yang dilakukan masih tergolong primitif, dibandingkan dengan tes psikologi sekarang, namun teknik statistika yang digunakan hingga sekarang masih digunakan. Meskipun penelitian yang dilakukan oleh Galton sebenarnya dilakukan sebelum psikologi menjadi sebuah disiplin ilmu yang mandiri, metode dan tekniknya secara cepat menjadi aspek sentral dari ilmu psikologi. Salah satu isu penting yang dikemukakan Galton dan hingga saat ini menjadi kontroversi dan memicu munculnya banyak penelitian adalah mengenai apakaah perilaku manusia dipengaruhi oleh genetis atau lingkungan. Psikologi sebagai studi mengenai perilaku yang dapat diamati Studi ini lebih menitik beratkan pada studi mengenai perilaku-perilaku manusia sehubungan yang dapat diamati dan diukur. Salah satu penelitian yang terkenal mengenai perilaku dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang fisiologis Rusia. Penelitian ini meneliti mengenai hubungan antara stimulus dan respon yang semuanya dapat diukur dan diperkirakan. Studi mengenai perilaku ini sampai sekarang masih sering digunakan dalam psikologi. Psychology Today Dari sejarah psikologi tersebut dapat dimengerti bahwa sebagai ilmu pengetahuan, psikologi memiliki sejarah yang cukup banyak berhubungan dengan displin ilmu yang lain. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan (sudut pandang) dalam Psikologi sangat beragam. Aspek psikologi manusia dapat ditinjau dari berbagai pendekatan atau sudut pandang. Contohnya dalam mempelajari perilaku agresi seseorang, seorang ahli psikologi fisiologi akan lebih tertarik pada penyelidikan mekanisme otak yang menyebabkan orang tersebut bertindak demikian, namun seorang ahli psikologi behaviorisme lebih tertarik pada pengalaman belajar yang membuat orang biasa menjadi lebih agresif dibanding lainnuya, sedangkan ahli psikologi kognitif akan lebih fokus pada gambaran mental tentang kejadiankejadian tertentu yang bisa menimbulkan kemarahan dan berusaha mengubah gambaran mental ini menjadi suatu informasi yang tidak menimbulkan kemarahan. Demikan juga yang dilakukan oleh ahli psikoanalisa yang dalam contoh kasus ini akan berusaha melihat kemarahan sebagai suatu proses tak sadar karena adanya pengalaman-pengalaman traumatis pada seseorang. Sebenarnya tidak dapat dikatakan bahwa salah satu pendekatan lebih baik daripada pendekatan lainnya. Setiap pendeketan dilengkapi oleh pendekatanpendekatan yang lainnya supaya analisis dapat dilakukan secara mendalam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak mudah mendifiniskan sebuah kata “psikologi”, karena definisi tersebut akan sangat bergantung pada pendekatan yang digunakan. Seorang Psikolog Indonesia, Drs. Sarlito Wirawan Sarwojo berusaha mendifinisikan sebagai berikut: “Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkahlaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.” Dari definisi di atas ada 4 unsur yang penting yang harus ada dalam psikologi yaitu: Pengetahuan, yaitu suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis dan memiliki metode-metode tertentu. Sebenarnya selain sebagai ilmu, psikologi juga adalah seni karena memerlukan ketrampilan dan kreativitas tersendiri. Tingkahlaku atau perbuatan. Tingkahlaku memiliki arti yang lebih konkrit dari jiwa. Tingkahlaku manusia dapat dikelompokkan menjadi tingkahlaku terbuka dan tingkah laku tertutup. Manusia. Obyek materiil dari ilmu ini adalah manusia, karena manusiala yang paling berkepentingan dengan ilmu ini untuk diterapkan dalam aspek-aspek kehidupannya. Hewan memang masih menjadi obyek studi psikologi, namun hanya menjadi perbandingan saja untuk mencari fungsifungsi psikologis sederhana dari manusia. Selain itu juga dikarenakan alasan kemanusiaan, sehingga digunakan hewan sebagai obyek penelitian. Lingkungan, yaitu tempat di mana manusia itu hidup, menyesuaikan diri dan mengembangkan dirinya. Setiap mahkluk hidup melakukan penyesuaian diri, namun terdapat perbedaan cara menyesuaikan diri pada manusia maupun hewan. Manusia tidak dilengkapi tubuh dengan organorgan tertentu, misalkan bulu yang lebat untuk hidup di derah yang dingin, namun manusia diber akal budi untuk melakukan B. Pembahasan Dari difinisi dapat dipahami bahwa psikologi sangat berguna dan dapat membantu ilmu-ilmu yang lainnya. Ilmu-ilmu social sangat berhubungan dekat dengan psikologi. Selain itu ilmu pasti dan teknologi juga berhubungan dengan psikologi terutama ilmu yang harus diamalkan untuk kepentingan manusia. Berikan contoh ilmu apa saja yang berhubungan dengan psikologi! Ilmu-ilmu yang kurang menggunakan psikologi adalah ilmu yang secara tidak langsung berhubungan dengan manusia sebagai obyeknya, seperti ilmu pengetahuan murni dan ilmu pengetahuan alam. Perkembangan psikologi sebagai ilmu pengetahuan dewasa ini tidak hanya memperhatikan aliran yang sifatnya teoretis saja namun juga kegunaan dan fungsi psikologi itu sendiri. dan membuat kesan seperti garis. Prinsip pengelompokkan seperti ini mengikuti prinsip proximity (kedekatan). Beberapa ahli menyatakan bahwa semua prinsip Grouping dapat disatukan dalam satu konsep yaitu simplicity (kesederhanaan). Pola yang sederhana dapat dipersepsi secara lebih mudah daripada pola yang kompleks. Simplicity merupakan hasil dari prinsip-prinsip proximity, continuity, dan similarity. Figure and ground (wujud dan latar) Obyek yang ada di sekitar kita selalu muncul sebagai wujud dan latar. Wujud ini seringkali merupakan fokus obyek yang kita lihat dengan seksama, sedangkan latar adalah obyek-obyek lain yang ada di sekitarnya. Apabila kita melihat sebuah potret, kita biasanya dapat membedakan antara wujud dan latar secara otomatis. Kemampuan untuk membedakan antara wujud dan latar tidak dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu. Penelitian terhadap orang buta sejak lahir yang kemudian bias melihat lewat proses operasi mata, dalam waktu singkat dapat membedakan antara wujud dan latar, walaupun mereka tidak memiliki pengalaman sama sekali mengenai detil visual. Konsep wujud dan latar ini tidak hanya terjadi pada proses visual saja, namun juga dapat terjadi pada semua proses penginderaan. Contohnya, banyak bau-bauan yang terdapat di bagian kosmetik di sebuah swalayan. Namun hidung kita hanya mencium secara detil bau parfum yang sudah kita kenal. 1. Persepsi Sebuah kesadaran organisme terhadap obyek dan kejadian yang terdapat pada lingkungan, yang disebabkan karena adanya rangsangan pada indera organisme tersebut. Proses aktif manusia dalam memilah, mengelompokkan serta memberi makna pada informasi yang diterimanya. Persepsi pada manusia dapat terjadi apabila ada STIMULUS yang kemudian ditangkap oleh INDERA manusia. Penangkapan stimulus ini menimbulkan SENSASI pada diri individu sehingga akhirnya dilakukan penghayatan / pemahaman oleh individu sehingga timbullah PERSEPSI. Otak memiliki kemampuan untuk melengkapi informasi yang hilang, karena otak memiliki pola kerja tertentu. Dunia yang kita kenali melalui persepsi ini sangat kompleks. Kita sering menjumpai obyek yang sangat bervariasi dalam hal bentuk, ukuran, warna, namun otak kita tetap dapat memproses secara stabil, walaupun stimulusnya seringkali berubah-ubah. Beberapa penjelasan dilakukan untuk menjelaskan persepsi manusia, termasuk pendekatan Gestalt yang menekankan pada pola-pola secara menyeluruh dan juga menekankan pada dekomposisi dari sebuah pola menjadi bagian-bagian. Gestalt adalah sebuah kata dalam bahasa Jerman yang berarti bentuk. Gestalt juga bisa berarti keseluruhan / menyeluruh. Prinsip Gestalt mengutamakan keseluruhan daripada bagian-bagiannya. Dua konsep utama gestalt adalah grouping (pola pengelompokkan) dan figure and ground (pola wujud dan latar). Grouping (pola pengelompokkan). Dalam proses persepsi terdapat kecenderungan untuk mengelompokkan hal-hal tertentu. Prinsip Similarity. Prinsip ini menekankan pada kesamaan-kesamaan yang terdapat pada stimulus-stimulus. Pada gambar 1a, karena bentuk titik, ukuran dan jaraknya sama satu dengan yang lain, maka tidak ada suatu pola yang tertentu yang dapat dipersepsi. Atau dengan kata lain, kita hanya dapat melihat titik-titik saja. 2. I l u s i Dalam melakukan persepsi, manusia terkadang juga melakukan kesalahan yang dinamakan ilusi. Ilusi adalah sebuah persepsi yang tersambung pada obyek atau kejadian yang nyata dan hal ini disebabkan karena adanya distorsi secara fisik ataupun secara psikologis. Persepsi yang dibentuk oleh manusia seringkali sangat berbeda satu sama lain, walaupun dipicu oleh obyek yang sama. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan dalam persepsi manusia adalah : a. Perhatian, contoh : kita hanya mendengar suara tertentu dari sekian banyak suara yang terdengar b. Pengalaman dan Harapan, kedua hal ini saling berinteraksi dalam membentuk persepsi. Contoh : harga terlalu mahal atau terlalu murah tergantung harapan c. Motivasi dan kebutuhan, contoh : orang lapar akan sangat tertarik pada stimulus yang berhubungan dengan makanan dan mengaibaikan stimulus yang lain d. Sistem nilai, berhubungan dengan kebudayaan dan terkadang dengan agama. Contoh : gerakan-gerakan tertentu. e. Ciri kepribadian. Contoh : Orang yang punya PD tinggi akan punya pandangan yang berbeda terhadap orang lain dibandingkan dengan orang yang PDnya rendah f. Gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan kesalahan persepsi yang disebut halusinasi. Berbeda dengan ilusi, halusinasi hanya bersifat individual. 3. Berpikir dan Belajar a. Berpikir Berpikir adalah sebuah aktifitas psikis yang intensional dimana individuberusaha untuk menghubungkan pengertian satu dengan yang lainnya untuk mendapatkan pemecahan dari masalah yang dialaminya (Bigot et al., 1950) Berpikir adalah sebuah tingkahlaku yang menggunakan idea yaitu sebuah proses simbolis, bukan sebuah tingkahlaku yang dilakukan oleh alat-alat sensoris atau motoris. Proses berpikir pada dasarnya memerlukan 3 langkah (Sumadi Suryabrata,1993) a) Pembentukan pengertian. Pengertian dapat diperoleh dengan cara b) Secara tidak disengaja, insight c) Secara sengaja. Berusaha menemukan ciri-ciri atau kondisi yang benar-benar hakiki berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Dalam membentuk sebuah pengertian yang logis diperlukan tahapan sebagai berikut: Analisis. Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis (analisis) dengan memperhatikan unsur-unsurnya. Pembentukan pendapat. Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat dapat dibedakan menjadi 3 macam,yaitu: 1) Pendapat afirmatif, atau positif, yaitu pendapat yang mendukung 2) Pendapat negatif, yaitu pendapat yang sama sekali menentang pendapat yang ada Pendapat modalitas atau ke’barangkali’an. Penarikan kesimpulan. Kesimpulan adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk sebuah pendapat baru berdasarkan pendapatpendapat lainnya yang sudah ada. Ada 3 macam: 1) Kesimpulan induktif, yaitu pengambilan kesimpulan berdasarkan pendapat-pendapat khusus yang sudah menjadi pendapat umum. 2) Kesimpulan deduktif, yaitu pengambilan kesimpulan berdasarkan dari pendapat umum kemudian ditarik menjadi pendapat khusus. Ex: Logam kalau dipanaskan pasti memuai, besi adalah logam, jadi kalau dipanaskan pasti memuai. 3) Kesimpulan analogis, yaitu pengambilan kesimpulan yang diperoleh dengan membandingkan pendapat-pendapat khusus yang telah ada. Ex: Tono pandai, naik kelas; Tuti pandai, naik kelas juga; berarti Tini yang juga pandai, berarti pasti naik kelas. Proses berpikir yang dilakukan oleh manusia pada umumnya bertujuan untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi. Berkaitan dengan hal ini, terdapat 2 macam strategi yang bisa digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan, yaitu: a) Strategi menyeluruh, memecahkan masalah secara keseluruhan. b) Strategi detailist, memecahkan masalah dari bagian-bagian kecil terlebih dahulu Selain itu, manusia juga bisa memperoleh kesulitan dalam memecahkan suatu masalah yang disebabkan karena : Set. Yaitu cara yang berhasil memecahkan persoalan dan cenderung dipertahankan untuk memecahkan masalah-masalah lainnya. Padahal belum tentu masalah tersebut dapat dipecahkan dengan cara yang serupa Sempitnya pandangan. Kemampuan untuk melihat suatu masalah hanya dari satu kemungkinan saja. Hal ini menyebabkan kurangnya alternatif pemecahan masalah, sehingga terkadang justru menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi individu. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya informasi/pengertian yang dimiliki. b. Belajar Belajar merupakan proses yang lebih dalam daripada berpikir. Berpikir hanya terbatas pada proses mental, sedangkan pada belajar terjadi proses perubahan perilaku individu. Pada studi psikologi, belajar (learn) merupakan sesuatu yang lebih luas daripada sekedar proses belajar tentang suatu pekerjaan atau suatu subjek akademis (study). Belajar juga berkaitan dengan masalah fundamental tentang perkembangan emosi, motivasi, perilaku dan kepribadian manusia. Definisi yang dikemukakan para ahli mengenai belajar sangat beragam, tergantung dari pendekatan yang dilakukan. Sebagai kesimpulan dari banyaknya definisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa dalam proses belajar ada 3 hal pokok (oleh Sumadi Suryabrata): Adanya perubahan, dalam hal ini perubahan perilaku (behavioral changes). Didapatnya suatu kecakapan baru, yang dibentuk dari perubahan perilaku tersebut. Adanya usaha individu secara sengaja. Perubahan tersebut dapat terjadi karena adanya usaha individu yang dilakukan dengan sengaja dan bukan karena kematangan. Belajar pada individu dipengaruhi oleh banyak faktor. Sarlito Wirawan Sarwono (dalam Pengantar Psikologi, 19..), menjelaskan bahwa proses belajar dipengaruhi oleh : Waktu istirahat, dengan adanya waktu istirahat maka timbul kesempatan untuk mengendapkan materi yang telah dipelajari. Pengetahuan mengenai materi yang dipelajari secara keseluruhan. Pengetahuan ini meliputi : 1. Pengertian terhadap materi yang dipelajari 2. Pengetahuan terhadap prestasi 3. Transfer Menurut Sumadi Suryabrata, belajar dipengaruhi oleh : 1. Faktor dari luar individu. Yang termasuk faktor dari luar individu adalah : a) Faktor Sosial, yaitu lingkungan social b) Faktor Non-Sosial, yaitu lingkungan yang terdiri dari lingkungan secara fisik lingkungan di mana individu tersebut berada 2. Faktor dari dalam individu. Yang termasuk faktor dari dalam adalah: a) Faktor Fisiologis, kondisi fisik dari individu b) Faktor Psikologis, kondisi psikologis individu Bagaimana proses terjadinya belajar dapat dijelaskan dengan berbagai macam teori dan pendekatan. Dari sekian banyak terdapat 2 pendekatan besar yang sering digunakan untuk menganalisa proses terjadinya belajar. a) Belajar Asosiatif. Belajar asosiatif ini merupakan bentuk paling dasar dari belajar, dimana individu membuat hubungan dari dua atau lebih kejadian yang dialaminya. Dalam kelompok ini dikenal adanya : Classical Conditioning. Pada proses ini, perilaku yang muncul dikondisikan agar dapat tetap muncul dengan stimulus yang berbeda. Individu melekatkan 2 stimulus yang berbeda agar dapat menghasilkan respon yang sama. Misalnya pada penelitian mengenai air liur anjing yang dikondisikan agar dapat keluar dengan bunyi bel. Operant Conditioning. Pada proses ini, perilaku dimunculkan untuk mencapai suatu akibat tertentu. Dalam proses Operant Conditioning ini dikenal adanya pemberian penguatan (reward) dan hukuman (punishment). Baik reward maupun punishment sama-sama bertujuan untuk memunculkan perilaku tertentu yang dikehendaki. Reward sendiri lebih ke arah mempertahankan perilaku yang sudah ada (sudah muncul) sehingga perilaku tersebut menetap pada individu dalam jangka waktu yang lama bahkan permanent. Sedangkan punishment lebih bertujuan untuk menghindari perilaku yang tidak dikehendaki. Kelemahan dari sistem punishment adalah dampak yang ditimbulkan seringkali lebih tidak terduga, dibanding dengan dampak yang ditimbulkan oleh reward. Selain itu, punishment seringkali memberikan efek samping pada kondisi psikologis individu yang diberi perlakuan. Sebaiknya pemberian punishment disertai dengan pengalihan perilaku atau pemberian alternatif perilaku, sehingga perilaku individu dapat diarahkan sesuai dengan perilaku yang dikehendaki. b) Belajar Kognitif. Belajar kognitif merupakan bentuk belajar yang lebih kompleks. Dalam proses ini individu berusaha untuk mengorganisasikan berbagai kejadian yang dialami dalam situasi belajar sehingga mempengaruhi perilaku individu. Dari proses belajar ini muncullah kemampuan individu untuk memecahkan masalah dengan menggunakan insight, yaitu tanpa proses trial and error. Proses belajar ini melibatkan juga penafsiran persepsi sekarang dari sudut pandang informasi masa lalu untuk memberi penalaran pada cara kita agar dapat menemukan cara- cara yang tidak kita kenal dalam memecahkan masalah. 4. Pertumbuhan dan Perkembangan Setiap manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan semenjak lahir. Dalam psikologi istilah “perkembangan” berbeda dengan “pertumbuhan. Pertumbuhan adalah perubahan kuantitatif pada material pribadi sebagai akibat pengaruh lingkungan. Material pribadi seperti: butir darah, rambut, lemak, dikatakan tumbuh. Perkembangan adalah pertumbuhan kualitatif pada segi fungsional terutama pada fungsi-fungsi kepribadian, bukan pada segi material. Fungsi kepribadian manusia berhubungan dengan aspek jasmaniah dan aspek kejiwaan. Dalam psikologi memang sulit untuk ditetapkan batasan-batasan usia dalam perkembangan. Karena perkembangan psikologis individu berbeda tiaptiap orang sesuai stimulus yang diterimanya. Contohnya anak yang berusia 16 tahun, namun sudah berperilaku seperti seorang dewasa (sudah menikah, punya anak dst) akan berbeda dengan anak 16 tahun yang masih sekolah dan hidup bersama dengan orangtua. Dalam psikologi, perkembangan jiwa seseorang bersifat perorangan. Sedangkan dalam prakteknya, seringkalidi perlukan batasan yang tegas. Misalnya dalam hukum dan ilmu kesehatan. dalam hal hukum misalnya, UU Perkawinan menyebutkan bahwa batas usia perkawinan adalah 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria. Sedangkan dalam hal kesehatan telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa masa remaja adalah antara 11 hingga 20 tahun. Oleh karena itu, para psikologi mencoba untuk melakukan periodisasi perkembangan, walaupun disadari sepenuhnya bahwa periodisasi ini tidak bersifat mutlak namun dapat menjadi acuan untuk memperkirakan berbagai tahapan perkembangan. C. Penutup Dimulai dari masa Yunani Kuno hingga masa Renaisans. Ilmu tentang jiwa pada masa ini merupakan bagian dari filsafat, yang artinya pada masa ini para filsuf berusaha untuk memahami manusia melalui pemikirannya yang mengutamakan logika. Proses ini terjadi tanpa adanya proses penelitian empiris, namun lebih menggunakan proses pemikiran logis dari para filsuf. Masa Yunani. 3 Pemikiran besar mengenai jiwa manusia dikemukakan oleh 3 orang filsuf yang terkenal yaitu, Socrates, Plato, dan Aristoteles. Masa abad pertengahan. Pandangan mengenai jiwa manusia pada abad pertengahan sangat dipengaruhi oleh pandangan Gereja mengenai manusia. Tokoh filsuf yang terkenal pada masa ini adalah St. Agustinus dan Thomas Aquinas yang keduanya merupakan tokoh Gereja Katolik. Masa Renaisans. Pada masa ini terjadi pergeseran pemahaman dari God-Centered menjadi Human-Centered. Pergeseran ini dipicu dengan adanya gerakan Marthin Luther. Pada masa ini cara berpikir secara empiris mulai berkembang sehingga Ilmu Pengetahuan mulai berkembang. Masa Pasca Renaisans. Penggunaan riset empiris sudah semakin sering digunakan. Ilmu yang mengkaji manusia secara keseluruhan sudah berkembang. Pada saat ini kejiwaan dipandang sebagai bagian dari proses tubuh manusia, dan juga merupakan hasil genetis yang diturunkan dari orangtua kepada anak. Tokoh yang memiliki sumbangan besar terhadap Psikologi adalah Francis Bacon. Masa akhir abad ke-19. Dipengaruhi oleh berkembangnya natural science dan metode ilmiah di kalangan ilmuwan Eropa, Psikologi dideklarasikan sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang mandiri. Pendeklarasian ini dilakukan oleh Wilhelm Wundt, pada tahung 1879 di Jerman. Selanjutnya aliran utama dalam psikologi adalah Fungsionalisme, Behaviorisme, Psikoanalisa, Psikologi Gestalt, dan Psikologi Humanistik. Secara harafiah, Psikologi berarti "Ilmu Jiwa", karena berasal dari kata Psyche dan Logos. Pengertian ini merupakan sebuah pengertian yang sangat luas dan sangat sulit untuk dipahami. Untuk dapat memahami gambaran definisi Psikologi, ada baiknya kembali meninjau focus studi yang telah dilakukan semenjak Psikologi berdiri sebagai ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya psikologi merupakan sebuah studi yang memfokuskan diri pada pengalaman-pengalaman sadar manusia. Pengalaman ini berhubungan dengan sensasi-sensasi yang dirasakan sehingga manusia dapat mengenali pengalaman tersebut. Studi yang kemudian menjadi dasar untuk menjadi Ilmu Pengetahuan yang mandiri. Wilhelm Wundt adalah tokoh sentral dalam studi ini. Sigmund Freud. sebagai tokoh pencetus studi ini, mengatakan bahwa "kesadaran" adalah sebuah kondisi yang sangat kecil sekali pengaruhnya pada jiwa manusia. "Alam bawah sadar" atau "ketidaksadaran" merupakan sesuatu yang lebih dominan dalam mempengaruhi jiwa manusia. Sir Francis Galton lebih memandang Psikologi sebagai suatu yang berhubungan dengan faktor genetis yang saling berkombinasi. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan yang terjadi pada setiap manusia. Galton, yang memiliki latar belakang sebagai ahli biologi, memilih sudut pandang biologis dalam melakukan pemahaman terhadap kondisi kejiwaan seseorang. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya yang lebih banyak menekankan pada pertanyaan "mengapa", studi ini lebih menekankan pada "apa". Yang menjadi fokus penelitian pada studi adalah "Tingkah laku apa yang tampak" (respon), dan "apa yang menyebabkan perilaku tersebut terjadi (stimulus).. Studi ini lebih menonjolkan pengukuran dan pengamatan terhadap perilaku manusia. HIngga sekarang, studi ini masih sering digunakan sebagai pedoman dalam memahami kondisi kejiwaan seseorang. Berbagai macam studi yang sudah dilakukan oleh para ahli pada masa lalu merupakan dasar bagi perkembangan Psikologi pada masa sekarang. Psikologi sebagai sebuah Ilmu Pengetahuan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga untuk memahaminya diperlukan pendekatan-pendekatan sehingga Psikologi dapat dipahami dengan baik. Lima pendekatan yang sering digunakan dalam memahami Psikologi adalah Pendekatan Kognitif, Behavioral, Psikoanalisa, Neurobiologi, dan Psikofenomenologi. Pertumbuhan merupakan perubahan secara kuantitatif pada material pembentuk tubuh manusia. Perkembangan adalah perubahan kualitatif yang terjadi pada segi fungsional khususnya pada fungsi-fungsi kepribadian. Para ahli berusaha untuk membuat periodisasi perkembangan berdasarkan beberapa sudut pandang, hal ini disebabkan karena tingkat perkembangan manusia sebenarnya sangat beragam dan sanagt dipengaruhi oleh budaya dan banyak hal lainnya. Periodisasi yang ada dibuat berdasarkan sudut pandang pertumbuhan biologisnya, sudut pandang pendidkan dan sudut pandang perkembangan psikologisnya. Setiap periodisasi yang ditetapkan tidak lebih benar dari yang lain, namun diharapkan dapat membantu pemahaman terhadap perkembangan manusia sesuai dengan konteksnya, misalnya untuk masalah-masalah pendidikan cenderung digunakan periodisasi berdasarkan sudut pandang pendidikan. Daftar Pustaka Sarlito Wirawan, Pengantar Psikologi Umum, Jakarta : Bulan Bintang, 1961 Rita L. Atkinson, Pengantar Psikologi jilid I. Edisi ke-8, Jakarta : Erlangga, 1983 Rita L. Atkinson, Pengantar Psikologi jilid II. Edisi ke-11, Batam: Interaksara, 1983 Elizabeth Hall, Bootsin, Gordon H. Bower dan Jennifer Crocker, Psychology Today : an Introduction. 7th edition. McGraw-Hill, 1983 Elizabeth Hurlock. Psikologi Perkembangan.Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1991
Berikutnya

Rabu, 21 Januari 2009

PENDEKATAN PROBLEM SOLVING MATEMATIKA PADA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

Oleh : Lalu Muhammad Fauzi

Pada hakekatnya pendidikan dalam kontek pembangunan nasional mempunyaio fingsi (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan kesempatan dan, (3) pengembangan potensi diri. Standar nasional pendidikan memuat criteria minimaltentang komponen pendidikan yang memungkunkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secar optimal sesuai denga karakteristik dan kehasan programnya. Demikian juga untuk jalur pendidikan non formalyang memiliki karakteristik tidak tersetruktur untuk mengembangkan programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Istilah kurikulum memiliki berbgai tafsiran yang dirum,uskan oleh pakar-pakar dalam bidang ppengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan sekarang ini. Dari serangkaian tafsiran para pakar-pakar ini memberikan arti kurikulum sebagai:
1. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
2. Kurikulum sebagai rencama pembelajaran.
Suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program ini siswa melakukan berbagai kegiatan belajarbelajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.
3. Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Coba kita lihat salah satu bagian dari tujuan umum pada SK dan KD yaitu:
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dilihat dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bahwa pada seluruh komponen baik pada SI, SK dan KD serta pada SKL telah dijabarkan dengan jelas bahwa pendekatan yang digunakan pada matematika adalah pemecahan masalah (problem solving). Tapi perlu kita tahu apa itu pendekatan pemecahan masalah dalam matematika.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan kemampuan dan keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan dalam pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika penting seperti penerapan aturan pada maslah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Namun demikian, kenyataan dilapangan menunjukan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama. Padahal di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan jepang kegiatan tersebut dapat dikatakan merupakan inti dari dari kegiatan pembelajaran matematika sekolah. Selain itu, Suryadi dkk (1999) dalam survey tentang “Curerent situation on mathematics and science education in Bandung” yang diseponsori oleh JICA, antara lain menemukan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matemtika yang dianggap penting baik oleh para guru maupun siswa di semua tingkatan sekolah dasar dan menengah. Tapi hal tersebut menjadi sebuah persoalan yang sulit dalam matematika baik bagi siswa dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengajarkannya. Yang menjadi pertanyaan mengapa terjadi demikian? Jawabanya adalah karena para guru masih belum mau melepaskan metodee drill, atau mungkin belum dipahaminya tentang pendekatan pemecahan masalah dalam matematika atau mungkin para guru iongin mengambil gampangnya saja.
Sebagaiman tercantum dalam Kurikulum Matematika sekolah bahwa tujuan diberikannya matematika antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalau berkenbang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif. Hal ini jelas merupakan tuntunan sangat tinggi yang tidak mungkin bias disapai hanya melalui hafalan, latihan penyelesaian soal yang bersifat rutin, serta proses pembelajaran biasa.
Disadari atau tidak setiap hari kita harus menyelesaikan berbagai masalah. Dalam penyelesaian suatu masalah, kita sering kali dihadapkan pada suatu hal yang pelik dan kadang-kadang pemecahannya tidak dapat diperoleh dengansegera. Tidak bias dipungkiri masalah yang biasa dihadapai sehari-hari itu tidak selamanya bersifat matematis. Dengan dedmikian tugas utama guru adalah untuk membantu siswa menyelesaikan berbagai masalah dengan spectrum yang luas yakni membantu mereka untuk dapat memahami makna kata-kata atau istilah yang muncul dalam suatu masalah sehingga kemampuannya dalam memahami konteks madalah bias terus berkembang, menggunakan kemampuan inkuiri dalam sain, menganalisa alas an mengapa suatu masalah itu muncul dalam studi social, dan lain-lain. Dalam Matematika, hal tersebut bisa berupa pemecahan masalah matematika yang didalamnya termasuk soal ceritera.
Guru menghadapi kesulitan dalam mengerjakan bagaimana cara menyelesaiakan masalah dengan baik, dilain fihak siswa menghadapi kesulitan bagaimana menyelesaikan madalah yang dibnerikan guru. Berbagai kesulitan ini muncul antara lain karena mencari jawaban dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin dicapai. Karena hanya berfokus padda jawaban, anak seringkali salah dalam memilih teknik penyelesaian yang sesuai.
Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Juka suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak itu langsung mengetahu secara sara penyelesaiannya dengan benar maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai maslah.
Berbisara tentang pemecahan masalah tidak bisa lepas dari tokoh utamanya yaitu G. Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakaukan yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
Empat tahap pemecahan malsalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Salah satu cara mengembangkan kemampuan anak dalam memecahkan maslah adalah melalui mpenyedian pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi yang berbeda-beda dari satu masalah ke maslah lain.

Daftar pustaka
Suherman, H. Erman dkk, (2003), Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, UPI, Bandung.
Hamalik, Umar. (2007), Kurikulm dan Pembelajaran, Bumi aksara.
______, (2007) Panduan Penyususnan KTSP Lengkap,Pustaka Yustitia, Yogyakarta.
Berikutnya